Blog yang ditulis oleh Team 2 (CBH) X-5 Smanunggal

MENGENAL LEMBAGA PEMBIAYAAN SYARIAH

Dilansir dari website resmi OJK, kami dapat menangkap beberapa materi mengenai lembaga pembiayaan syariah berikut :

Secara umum, perusahaan pembiayaan syariah (PP Syariah) adalah perusahaan pembiayaan yang dalam menjalankan kegiatan usahanya (hanya menyalurkan pembiayaan/pendanaan kepada masyarakat) berdasarkan atau sesuai dengan prinsip akad syariah. Dalam struktur organisasi kepengurusan PP Syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang berfungsi untuk memastikan prinsip Syariah telah dilaksanakan dengan benar dan baik. POJK Nomor 31/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah juga mengatur mengenai kegiatan usaha dari Perusahaan Pembiayaan Syariah yaitu:

1.  Pembiayaan Jual Beli, yaitu pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang melalui transaksi jual beli sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah yang disepakati oleh para pihak;

2.  Pembiayaan Investasi, yaitu pembiayaan berbentuk penyediaan modal dalam jangka waktu tertentu untuk kegiatan usaha produktif dengan pembagian keuntungan sesuai pada perjanjian pembiayaan syariah yang disepakati oleh para pihak;

3.  Pembiayaan Jasa, yaitu pemberian/penyediaan jasa baik dalam bentuk pemberian manfaat atas suatu barang, pemberian pinjaman (dana talangan) dan/atau pemberian pelayanan dengan dan/atau tanpa pembayaran imbal jasa (ujrah) sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah yang disepakati oleh para pihak.

4.    Kegiatan usaha pembiayaan syariah lain sesuai dengan persetujuan OJK.

Berbeda dengan pembiayaan konvensional, setiap kegiatan usaha pada pembiayaan Syariah harus merujuk pada akad yang telah dikeluarkan fatwanya oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) atau Pernyataan Kesesuaian Syariah dari DSN MUI. Selain itu, setiap kegiatan usaha harus berlandaskan akad Syariah, baik tunggal dan/atau gabungan. Sama halnya dengan industri jasa keuangan lain, PP Syariah wajib melaporkan kegiatan usahanya dan harus mendapatkan izin dari OJK.

Model bisnis PP Syariah umumnya sama dengan model bisnis lainnya. Hanya saja semua kerja sama yang dilakukan PP Syariah dengan pihak-pihak terkait disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah yang berlaku. Kesepakatan dan saling keterbukaan pada konteks ini menjadi kunci utama dalam model bisnis PP Syariah.

Modal usaha yang digunakan PP Syariah untuk memulai bisnis didapatkan dari pemegang saham/shareholder. Dalam mengembangkan bisnis dan meningkatkan asetnya, PP Syariah menggunakan dana dari bank syariah. Sedangkan, penjual dalam konteks ini adalah pihak yang mendukung perusahaan pembiayaan dalam ketersediaan barang/jasa yang akan dibiayai oleh perusahaan pembiayaan seperti dealer, supplier, dan lain-lain. Selain itu, industri jasa keuangan lain seperti asuransi syariah juga mendukung PP Syariah sebagai pihak penjaminan.

Asas Hukum Lembaga Pembiayaan Syariah

Menurut Mazhab Syafi’i, lembaga pembiayaan syariah adalah sebuah transaksi yang bersifat mubah (boleh dilakukan). Meski sudah berdasar pada rukun-rukun tertentu, leasing syariah adalah sistem yang tetap harus dilakukan di bawah dasar hukum, antara lain:

  • Surat DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia) Nomor B-323/DSN-MUI/XI/2007
  • Peraturan yang membahas bagaimana perusahaan leasing berdasarkan syariah dan harga jual (Peraturan Ketua Badan Pasar Modal Nomor Per-03/BL/2007)
  • Peraturan DSN mengenai Al-Ijarah Al-Muntahiyah

Selain ketiga peraturan di atas, agama Islam juga telah mengatur asas yang menjadi dasar hukum proses leasing syariah, di antaranya:

  • Asas keadilan
  • Asas kebebasan
  • Asas kebajikan
  • Asas manfaat diiringi dengan penolakan mudharat
  • Asas memberi petunjuk
  • Asas larangan agar tidak saling merugikan
  • Asas kesukarelawanan
  • Asas itikad baik
  • Asas mengutamakan kewajiban




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama